Pada 2017, Jean Twenge, seorang profesor di San Diego State University, menulis esai berjudul “Apakah smartphone menghancurkan sebuah generasi?” Ia menjawab, “ya”, yang sangat provokatif pada saat itu. Sekarang, itu sudah menjadi hal yang umum.
Bermula dari data terbaru yang menunjukkan peningkatan depresi di kalangan remaja Amerika, pers Inggris dan Amerika menyerbu pembaca dengan berita tentang media sosial yang merusak kesehatan mental remaja. Jonathan Haidt dari New York University menganggap media sosial sebanding dengan waterboarding (cara interogasi khas CIA).
Publik telah menyadari: dalam survei terbaru, 53% orang Amerika mengatakan bahwa media sosial sepenuhnya atau sebagian besar bertanggung jawab atas peningkatan depresi remaja.
Smartphone sudah menyebar ke seluruh dunia. Jika smatrphone menyebabkan epidemi kesedihan, buktinya pasti muncul di seluruh dunia. Data mendukung klaim bahwa remaja, terutama perempuan, memiliki kesehatan mental yang semakin buruk. Namun, tetap diragukan bahwa smartphone adalah penyebab utama.
Kesehatan mental sulit diukur. Kuesioner yang digunakan dipengaruhi oleh desain survei dan diagnosis psikologis yang bervariasi antara negara-negara dan dari waktu ke waktu. Sebagai gantinya, kami fokus pada kasus bunuh-diri dan rawat inap untuk tindakan menyakiti diri di 17 negara.
Kedua indikator terlihat mengkhawatirkan bagi perempuan. Secara keseluruhan, tingkat bunuh-diri telah menurun, tetapi perempuan — yang lebih jarang bunuh diri daripada kelompok lain — adalah pengecualian.
Di antara perempuan usia 10-19 tahun, tingkat bunuh diri meningkat dari rata-rata 3,0 per 100.000 orang pada 2003 menjadi 3,5 per 100.000 pada 2020. Sedangkan laki-laki, meskipun tingkatnya lebih tinggi, pada 6,1 per 100.000 populasi, hampir tidak berubah.
***
Remaja perempuan lebih sering melakukan tindakan menyakiti diri sendiri yang tidak fatal, seperti menyayat diri, daripada yang dilakukan oleh anak laki-laki. Data statistik menunjukkan peningkatan yang lebih tajam.
Untuk remaja perempuan, tingkat rawat inap akibat menyakiti diri sendiri naik sejak 2010 di 11 negara, dengan rata-rata kenaikan sebesar 143%. Sementara itu, kenaikan rata-rata untuk anak laki-laki adalah 49%.
Apakah smartphone menjadi penyebabnya? Di Amerika dan Inggris, tingkat bunuh diri dan depresi yang dilaporkan sendiri tetap stabil sampai sekitar tahun 2010, saat Instagram diluncurkan, dan kemudian menjadi populer.
Meskipun peningkatan yang terjadi secara simultan ini tidak membuktikan bahwa satu tren menyebabkan tren yang lain, hubungan korelasi seperti itu kemungkinan besar akan muncul jika telepon seluler benar-benar menjadi penyebabnya.
Namun, di tempat lain, buktinya bercampur aduk. Beberapa negara, seperti Swedia, melihat peningkatan tajam dalam rawat inap akibat menyakiti diri sendiri pada 2006, dengan mencapai titik temu pada 2010-2018. Di negara lain, seperti Italia, angka ini tetap stabil hingga pandemi covid-19 datang. Beberapa negara bahkan tidak mengalami peningkatan sama sekali.
Karena smartphone diadopsi dengan tingkat yang berbeda di setiap negara, waktu munculnya peningkatan bunuh diri atau menyakiti diri sendiri juga akan berbeda-beda. Dr. Haidt mengatakan bahwa smartphone sangat berisiko bagi anak perempuan, karena anak laki-laki menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain video game dan lebih sedikit waktu di media sosial yang menyebabkan depresi.
Namun, tidak ditemukan adanya hubungan statistik antara perubahan dari waktu ke waktu dalam prevalensi langganan internet seluler atau penggunaan media sosial yang dilaporkan sendiri di suatu negara, dan perubahan dari waktu ke waktu dalam tingkat bunuh diri atau rawat inap akibat menyakiti diri sendiri di negara tersebut, baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan.
Setelah disesuaikan dengan dampak covid, yang menaikkan tingkat ini secara global, hal ini benar untuk semua kelompok usia, dan untuk rentang waktu yang berbeda.
***
Belum ditemukannya bukti bukanlah berarti tidak terbukti. Banyak penelitian menggunakan eksperimen acak atau alamiah yang mengimplikasikan bahwa media sosial dapat menyebabkan depresi atau kecemasan pada remaja.
Dan smartphone masih bisa menimbulkan kerusakan yang serius tanpa mendorong orang untuk menyakiti atau membunuh diri sendiri.
Namun jika media sosial menjadi satu-satunya atau penyebab utama peningkatan angka bunuh-diri atau perilaku melukai diri sendiri — bukan hanya bagian dari masalah yang kompleks — data di tingkat nasional kemungkinan akan menunjukkan tanda-tanda efeknya.
Sumber
Suicide rates for girls are rising. Are smartphones to blame?
Add comment