ForSains

Hidup dan Kehidupan (1): Misteri yang Belum Terpecahkan

Di satu sofa, di sudut ruangan, seekor kucing mengeong mengibaskan ekornya. Terlihat jelas kucing itu hidup, dan contoh konkret kehidupan. Sementara sofa yang ia duduki diam, tidak hidup, contoh bukan kehidupan. Namun, apakah kita perlu mengamini intuisi kita, soal hidup dan tidak hidup?

Pikirkan hal ini: Isaac Newton dulu mengasumsikan waktu adalah universal, sama di manapun. Waktu mengalir tanpa dipengaruhi faktor eksternal, seperti jam, sebagai alat untuk membagi dan mengukur waktu. Dua abad kemudian, Albert Einstein menolak adanya konsep waktu universal, dan memperkenalkan konsep waktu yang relatif, bersifat lokal.

Einstein mengungkap, bahwa waktu di Matahari, Bulan, dan bahkan di setiap jam tangan yang beda lokasinya, berjalan dengan kecepatan yang berbeda. Waktu tidak bersifat absolut  dan universal.

Sains telah membuat kemajuan luar biasa, dalam memberikan pemahaman mendalam yang, seringkali, kontra-intuitif tentang realitas fisik. Kita memahami banyak hal, dari atom dan molekul di tubuh kita hingga planet, bintang serta galaksi di angkasa luar. Benda-benda raksasa di angkasa yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah manusia, atau segala mahluk hidup, sebagai contoh kehidupan.

Filsuf dan saintis, yang mendalam misteri kehidupan, masih terus berdebat tentang definisi yang tepat soal, apakah itu kehidupan? Aristoteles adalah pemikir pertama yang mendefinisikan kehidupan adalah sesuatu yang tumbuh dan bereproduksi. Ia terpesona dengan beragam tanaman dan hewan. Ia terpukau pada keledai betina, keturunan persilangan antara kuda dan keledai yang mandul. Namun, hanya karena mandul, bukan berarti keledai betina itu disebut benda mati.

Debat soal apakah sesuatu itu “hidup atau tidak hidup” masih terus berlangsung. Ada yang mengatakan, sesuatu disebut hidup (sebagai ciri kehidupan) jika melakukan metabolisme. Proses menyerap senyawa, mengubahnya menjadi energi, dan mengeluarkan limbah. Namun, apakah pesawat jet, yang bermetabolisme, memenuhi syarat tersebut?

Artinya, belum ada teori atau kategori yang pasti tentang apa itu hidup dan kehidupan. Tidak ada alat ukur yang eksak, untuk mengkonfirmasi atau membantah asumsi, bahwa kucing itu hidup dan sofa itu tidak.

Itu bukan berarti sains tidak berupaya untuk membuat definisi atau kategori yang pasti tentang kehidupan. Langkah penting awal untuk memahami prinsip dasar untuk menjelaskan kehidupan pernah disampaikan oleh Erwin Schrödinger, salah satu tokoh fisika kuantum. Schrödinger dikenal melalui eksperimen pikiran tentang seekor kucing yang hidup dan mati sekaligus. Kucing yang berada dalam dua situasi sekaligus (yang disebut superposisi dalam fisika).

Namun, Schrödinger juga dihormati atas serangkaian materi kuliah yang ia sampaikan, pada 1943, di Dublin Institute for Advanced Studies. Judul materi kuliah yang memicu pemikiran, ‘What Is Life?’ Materi kuliah tersebut kemudian diterbitkan menjadi buku, dan mengilhami banyak saintis untuk meneliti dan memahami kehidupan secara lebih mendalam.

Ahli biologi molekuler yang terpengaruh pemikiran Schrödinger, antara kain, adalah James Watson dan Francis Crick. Mereka bekerja sama menemukan struktur DNA, yang sudah diprediksi keberadaannya oleh Schrödinger sebagai ‘kristal aperiodik substansi yang diwariskan’.

Dalam What Is Life?, Schrödinger mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian antara proses kehidupan dan hukum kedua termodinamika—yang menyatakan bahwa entropi (ketidakteraturan) sistem fisik selalu meningkat. Bagaimana kehidupan justru bisa meningkatkan keteraturan padahal hukum dunia fisika (Alam Semesta) selalu mengurangi keteraturan, sesuai dengan hukum kedua termodinamika?

Jawaban Schrödinger, kehidupan harus melakukan ‘entropi-negatif’ (negentropy), mendayagunakan atau mengonsumsi energi gratis – makanan dan sinar matahari. Hukum kedua termodinamika menegaskan bahwa entropi sinar matahari yang terpancar ketika memanaskan planet Bumi harus lebih besar daripada keteraturan (negentropi) yang dihasilkan oleh tanaman yang tumbuh atau hewan yang berkembang biak.

Tentu harus  bisa membedakan, antara menunjukkan bahwa kehidupan tunduk pada hukum fisika dan membuat klaim bahwa kehidupan bisa dijelaskan dengan memakai hukum kedua termodinamika.

Schrödinger sangat tergelitik dengan soal bagaimana kehidupan selalu dapat mengatur diri, meskipun terus-menerus terpapar kekacauan yang melekat pada level molekuler – satu pertanyaan yang belum terjawab hingga saat ini. Lebih pelik lagi adalah menjelaskan bagaimana kehidupan bisa muncul dari materi yang tidak hidup.

Schrödinger tergelegap dengan pertanyaan itu. Dan ia berkesimpulan dalam bukunya What Is Life? mungkin  perlu ada “hukum fisika baru” (yang sampai saat ini belum ditemukan) untuk menjelaskan kehidupan.

Lebih dari 80 tahun sejak buku Schrödinger diterbitkan, ada banyak upaya untuk mendefinisikan kehidupan. Atau setidaknya menguraikan secara kategoris, apa  esensi kehidupan. Namun, sampai saat ini, teori yang pasti tentang apa itu hidup dan kehidupan tetap belum terpecahkan. (Bersambung).

Sumber:
– https://aeon.co/essays/what-can-schrodingers-cat-say-about-3d-printers-on-mars?
– From Matter to Life: Information and Causality (by Sara Imari Walker, Paul C. W. Davies, George F. R. Ellis)

 

 

Lukas Luwarso

Add comment

Ukuran Huruf