Apakah manusia (homo sapien) berasal dari satu pasangan, misalnya Adam dan Hawa, seperti dikisahkan agama Abrahamik?
Berdasarkan ilmu genetika dan arkeologi jelas jawabannya: tidak. Teori Evolusi juga menegaskan, nenek moyang manusia, adalah spesies sama yang melahirkan beragam jenis kera besar dan banyak populasinya. Jadi hampir mustahil asal-usul manusia bisa diidentifikasi hanya berasal dari satu pasangan saja.
Namun, tanpa membantah validitas temuan ilmu genetika, ilmu genealogi memberikan jawaban yang agak berbeda terhadap pertanyaan tersebut.
Ketika homo sapien muncul, sekitar 300.000 tahun lalu, kemungkinan besar ada banyak individu, juga pasangan, di seluruh dunia. Mereka masing-masing menjadi nenek moyang genealogis dari semua orang yang hidup saat sejarah peradaban dimulai. Namun pertanyaan sederhana, meskipun rumit jawabannya, cukup valid diajukan. Apakah semua manusia berasal dari satu pasangan?
Berdasarkan data genetik, populasi nenek moyang kita tidak pernah bisa diidentifikasi menjadi satu pasangan saja. Dalam beberapa ratus ribu tahun terakhir, nenek moyang homo sapien muncul sebagai populasi besar, bukan cuma satu pasangan saja.
Homo sapien berevolusi di Afrika dari beragam jenis humanoid, seperti homo heidelbergensis, sekitar 1,6 juta tahun lalu. Di era yang sama di kawasan Eropa dan Timur Tengah muncul neanderthal, juga homo erectus di Asia dan homo floresiensis di Flores, Indonesia.
Namun keturunan genealogis tidak identik dengan keturunan genetik. Keturunan genealogis melacak asal usul reproduksi individu, sedangkan keturunan genetik melacak asal-usul perubahan rangkaian DNA. Pertanyaan tentang “keturunan”, sebagai silsilah genealogis, harus dijawab dengan ilmu genealogi.
Selain itu, istilah genealogi “manusia” tidak bisa mengacu pada spesies tertentu di masa lampau yang terlalu jauh. Tentu, homo sapiens yang hidup saat ini adalah manusia. Namun, istilah ini ambigu dalam perspektif saintifik. Misalnya, apakah neanderthal dan homo erectus adalah “manusia”? Secara genetik, jelas subspesies yang berbeda, meskipun termasuk dalam genus homo. Perbedaan genetiknya dengan manusia lebih kecil ketimbang subspesies simpanse.
Selain itu, ada bukti, terjadi perkawinan silang antara neanderthal dan homo sapiens. Oleh karena itu, “manusia” adalah istilah yang secara ilmiah tidak pasti di masa lampau. Mengingat ketidakjelasan ini, terkait asal-usul manusia, tidak semua homo sapiens bisa dianggap sebagai “manusia”.
Dengan memperhatikan kompleksitas asal-usul manusia berbasis genetik ini, maka jawaban berbeda bisa diperoleh dengan memakai pendekatan genealogis. Alih-alih hanya memakai ilmu genetika, kita bisa memakai ilmu genealogi. Pertanyaan, apakah satu pasangan bisa menjadi nenek moyang semua manusia modern? Jawaban dari ilmu genealogi, kemungkinan adalah “ya”.
Ada banyak nenek moyang genealogis universal (Universal Genealogical Ancestors, UGA) di masa lalu. Masing-masing adalah (pasangan) individu dari mana kita semua berasal. Adam dan Hawa, secara genealogis, kemungkinan muncul enam ribu tahun yang lalu di Timur Tengah. Sebagai patriak dan matriak yang dikisahkan dalam keyakinan agama Abrahamik.
Jika Adam dan Hawa adalah pasangan yang memang ada dalam sejarah di masa lalu, keturunan mereka pasti bercampur dengan populasi manusia lain, yang berasal dari nenek moyang yang berbeda.
Artinya, tidak terlalu soal jika ada yang meyakini Adam dan Hawa sebagai nenek moyang yang menurunkan sekelompok manusia di kawasan Timur Tengah. Khususnya yang kini dipahami sebagai bangsa Semit.
Sumber: https://asa3.org/ASA/PSCF/2018/PSCF3-18Swamidass.pdf
Oleh sebab itu, Adam Hawa tidak bisa disebut leluhur seluruh manusia modern.
Terjadi percampuran antar keturunan, itu dimungkinkan.
Cukup menambah wawasan.
Terima kasiiiiiih sharring di GWA Mitokondria Nusantara…