Sejarah fisika quantum diawali dari sejumlah eksperimen laboratorium yang menghasilkan sejumlah fenomena yang tak terduga, seperti efek fotolistrik, radiasi benda hitam, spektrum emisi cahaya atom, dualitas, spin, atau superkonduktivitas.
Kemudian fisikawan teoretikus brilian, seperti Albert Einstein, Max Planck, Niels Bohr, Werner Heisenberg, dan lain-lain, mencoba memberikan penjelasan. Pertukaran pemikiran yang intensif antara ahli fisika teori dan terapan menjadi dasar perkembangan fisika quntum, namun hasil eksperimen umumnya muncul lebih dulu sebagai basis teori.
Albert Einstein sering dikisahkan menentang fisika quantum, karena pernyataannya yang terkenal, “Tuhan tidak bermain dadu dengan alam semesta.” Kenyataannya, Einstein justru salah satu perintis awal fisika quantum. Pada 1905, Einstein menulis artikel: “Pandangan Heuristik Mengenai Produksi dan Transformasi Cahaya”, mengelaborasi karya Max Planck.
Dalam artikel itu, Einstein menguraikan bahwa cahaya terdiri dari partikel-partikel kecil, individual, yang dapat dikuantifikasi, partikel cahaya yang dinamai foton. Teorinya ini memenangkan Hadiah Nobel.
Einstein mempertanyakan fisika quantum dalam perdebatannya dengan Niels Bohr, terutama terkait tafsir realitas pada level quantum. Ia juga menolak konsep non-lokalitas dan variabel tersembunyi. Kesalahpahaman tentang fisika quantum memunculkan sejumlah salah anggapan, termasuk adanya mitos mistisisme quantum, misalmya:
1. Fisika quantum adalah sains yang tidak pasti. Azas “ketidakpastian” Heisenberg memunculkan anggapan fisika quantum serba tidak pasti. Ini mitos yang tidak berdasar, fisika quantum dapat memprediksi sifat-sifat partikel subatomik dengan tingkat akurasi tinggi, hingga perhitungan 10 desimal. Ketika digunakan untuk menghitung kuantitas, seperti energi atau sifat magnetik atom, tingkat akurasinya sangat tinggi.
2. Fisikawan tidak sepenuhnya memahami fisika kuantum. Ini terkait dengan pernyataan fisikawan Richard Feynman, yang pernah mengatakan: “Tidak ada yang memahami mekanika kuantum.” Namun pernyataan ini sekedar kerendah-hatian Feynman. Niels Bohr, juga pernah menyatakan: “Fisikawan yang tidak bingung saat pertama kali mengenal teori kuantum mungkin belum sepenuhnya mengerti.” Fisikawan memahami dengan baik fisika quantum, mereka hanya perlu menyesuaikan intuisi mereka dengan ilmu baru yang memang penuh paradoks ini.
3. Fisika quantum tidak memiliki kegunaan praktis. Ini anggapan yang salah. Justru sebaliknya, fisika modern mustahil bisa menjelaskan berbagai fenomena jika hanya mengandalkan teori fisika klasik era Issac Newton dan Einstein. Cara kerja cahaya, atom, dan elektron, baru bisa dipahami dengan menggunakan fisika quantum. Dengan pengetahuan pada dunia quantum, rekayasa pada level partikel atom bisa dilakukan. Teknologi sinar laser, MRI di rumah sakit, LED, memori flash, hard disk, transistor, dan perangkat elektronik – semua bisa diciptakan dan digunakan karena adanya fisika kuantum.
4. Fisika kuantum bisa menjelaskan pengalaman mistis dan sejumlah misteri. Ini adalah salah anggapan terbesar yang banyak dipercayai orang awam. Mereka yang memercayai adanya fenomena paranormal, pengalaman mistik, peristiwa ghaib, atau adanya terapi penyembuhan alternatif. Mereka meyakini fisika quantum bisa dipakai sebagai penjelasan “ilmiah”, karena sejalan dengan karakteristik mistik dan misteriusnya.
Deepak Chopra, seorang penulis, paranormal, dan praktisi penyembuhan alternatif, adalah salah satu figur yang dikenal mempromosikan dan mempopulerkan mitos “mistis” fisika quantum ini.
Deepak Chopra menjadi populer dan sukses menjual buku dengan meng-klaim sifat mistisisme quantum, meskipun ia sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan sebagai fisikawan. Ia mempromosikan spiritualitas “new age” dengan menggunakan jargon pseudo-sains seperti “esensi tubuh quantum”, “medan energi”, “daya sibernetika”, dan “harmonisasi tubuh mekanika kuantum”.
Deepak Chopra juga memakai teori “fisika quantum” secara serampangan, untuk menjelaskan kaitan antara pikiran, kesadaran, materi, dan alam semesta. Ia memakai “terapi kuantum” untuk proses penyembuhan dan perawatan dengan menggunakan “getaran dan medan energi”, “vibrasi” dan “bioresonansi”.
Seperti penjual obat “minyak ular” di pinggir jalan, Deepak Chopra menyalahgunakan pengetahuannya yang terbatas pada fisika quantum, untuk mencari keuntungan, sebagai “penyembuh alternatif”. Ia secara sembarangan menggunakan istilah ilmiah fisika quantum untuk membingungkan orang awam yang ingin mendapatkan kesembuhan dari penyakit.
Pada kenyataannya tidak ada misteri yang bersifat mistik atau ghaib terkait fisika quantum. Eksperimen laboratorium dan perhitungan matematis bisa menjelaskan dan menunjukkan validitas identifikasi dan karakteristik cara kerja dunia partikel subatomik.
Selain itu, tidak ada penjelasan yang valid atau pembuktian ilmiah pada keyakinan “terapi penyembuhan alternatif “. Dalam fisika kuantum setiap istilah dan konsep memiliki basis penjelasan dan perhitungan saintifik, sehingga tidak membuka kemungkinan penerapannya untuk pendekatan pseudo-sains alternatif.
Karakteristik dunia mikro quantum tidak bisa begitu saja diekstrapolasi ke dunia makro skala manusia. Sifat-sifat quantum hanya berlaku di dunia partikel subatomik, yang tidak bisa begitu saja dipakai untuk mengintervensi hidup manusia. Orang boleh saja meyakini efek fisika quantum sebagai penjelasan atas adanya fenomena mistis atau ghaib . Namun itu masuk dalam ranah kepercayaan, bukan ilmu pengetahuan.
(Bersambung)
Sumber: https://aeon.co/essays/why-the-empty-atom-picture-misunderstands-quantum-theory?
https://phys.org/news/2019-04-common-myths-quantum-physics.html
Terima kasih mas,
Artikel yang sederhana tetapi sangat berbobot.