Bagaimana kehidupan muncul? Hipotesis populer, faktor yang memicu kehidupan adalah adanya molekul sup-primordial, sambaran kilat petir, dan proses acak. Namun, bagi seorang fisikawan, asal-usul kehidupan dan evolusinya adalah proses yang tunduk pada hukum fisika. Hukum sama yang menggerakkan “batu berguling ke bawah”.
Secara fisika, perbedaan antara makhluk hidup dan gumpalan atom karbon adalah: yang pertama cenderung lebih baik menyerap energi dan menyebarkan energi tersebut dalam bentuk panas. Jeremy England, profesor fisika teori dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), menyusun rumusan matematis yang bisa menjelaskan proses ini.
Rumus ini menguraikan, ketika sekelompok atom menyerap energi eksternal (seperti sinar matahari) dan berada di lingkungan yang pas (seperti samudra), atom-atom tersebut akan mengalami restrukturisasi dan mendispersikan energi. Proses ini, dalam waktu yang panjang, akan memunculkan kehidupan. “Dari kumpulan atom acak, jika terekspose cahaya yang cukup lama, maka bisa muncul molekul kehidupan,” kata England.
Hipotesis England ini selaras dengan teori seleksi alam evolusi Darwin. Dari perspektif fisika, evolusi Darwin adalah situasi (lingkungan) spesial dari fenomena (fisika) umum. Rumusan persamaan England mengidentifikasi prinsip fisika yang mendasari asal-usul kehidupan dan proses evolusinya.
Hipotesis England berbasis pada hukum kedua termodinamika (hukum entropi): energi cenderung menyebar seiring berjalannya waktu. Entropi mencapai maksimum (mengalami “keseimbangan termodinamika”) ketika energi terdistribusi secara merata. Misalnya, secangkir kopi panas seiring waktu akan memiliki suhu yang sama dengan suhu ruangan. Proses ini tidak bisa dibalik. Kopi tidak akan bisa menjadi panas lagi, jika tidak dipanaskan.
Dalam buku “What Is Life?” (1944), fisikawan Erwin Schrödinger menguraikan bagaimana kehidupan berproses. Tumbuhan menyerap energi sinar matahari, melalui fotosintesis, menggunakannya untuk memproduksi gula, dan memancarkan sinar inframerah, energi tidak terkonsentrasi. Entropi meningkat selama fotosintesis, saat energi sinar matahari tersebar, dan tumbuhan bisa menyimpan sebagian energi untuk proses biologis internalnya.
England, yang berlatar belakang biokimia dan fisika, mendirikan laboratorium di MIT, pada tahun 2000, untuk meneliti dan menerapkan rumusan fisika statistik ke biologi. Untuk mengidentifikasi bagaimana proses partikel mendispersikan (menyebarkan) energi ketika beresonansi dengan daya penggerak, ke arah kekuatan penggerak itu.
“Molekul kimia di lingkungan suhu tertentu, seperti samudra dalam atmosfer Bumi, seiring waktu mengatur diri agar semakin beresonansi dengan sumber kekuatan mekanis, elektromagnetik, atau kimia di lingkungan itu,” kata England.
Autoreplikasi (atau reproduksi, dalam istilah biologi), merupakan proses pendorong evolusi kehidupan, sebagai mekanisme untuk mendispersikan jumlah energi yang semakin meningkat seiring waktu.
“Salah satu cara yang efektif untuk menyebarkan energi adalah dengan membuat lebih banyak salinan diri.” Dalam makalah di Journal of Chemical Physics, ia menguraikan jumlah minimum dissipasi yang dapat terjadi selama autoreplikasi molekul RNA dan sel bakteri. Menunjukkan jumlahnya sesuai dengan jumlah aktual yang disebarkan saat mereplikasi. Ia juga menunjukkan, RNA, prekursor kehidupan berbasis DNA, adalah molekul yang mudah tersusun.
Kehidupan bermutasi secara acak, menyesuaikan dengan kondisi geografi, peristiwa bencana alam besar, dan banyak faktor lain yang ikut berkontribusi pada munculnya beragam flora dan fauna di Bumi. Keragaman hayati itu, bagi England, tunduk pada prinsip dasar “disipasi energi” yang mendorong seluruh proses adaptasi kehidupan. Prinsip itu juga berlaku untuk benda mati. Autoreplikasi juga terjadi pada benda mati.
Selain autoreplikasi, struktur internal metabolisme biologis merupakan cara efektif untuk meningkatkan kemampuan mendispersikan energi. Tanaman jauh lebih efektif dalam menangkap dan mengalirkan energi surya dalam dirinya ketimbang kumpulan atom karbon.
England berargumen, dalam kondisi tertentu, materi akan secara spontan mengatur diri. Kecenderungan ini menjelaskan bagaimana keteraturan internal pada makhluk hidup dan benda mati terjadi. “Kristal salju, bukit pasir, dan pusaran turbulen memiliki kesamaan sebagai struktur yang teratur, didorong proses untuk mendispersikan energi,” katanya. Proses ini mengindikasikan bahwa perbedaan antara materi hidup dan benda mati tidaklah selalu tegas atau jelas.
England berhasil membuat simulasi komputer untuk menguji teorinya, struktur partikel benda mati mampu beradaptasi lebih baik dalam mendispersikan energi. Langkah berikutnya adalah melakukan eksperimen pada sistem kehidupan. Menggunakan prinsip hukum fisika untuk mengidentifikasi munculnya kehidupan dan proses evolusi memberi perspektif yang lebih luas tentang cara kerja struktur dan fungsi dalam makhluk hidup.
Suatu organisme menunjukkan karakteristik tertentu, karena faktor struktur fisik dan kondisi lingkungan menghasilkan proses evolusi yang berbeda. Jika teori England terbukti valid, dapat menjadi rujukan bagi ahli biologi untuk mendapatkan penjelasan terinci Teori Evolusi Darwin, terkait proses adaptasi dan keragaman spesies, yang didorong oleh dispersi energi.
Sumber: https://www.quantamagazine.org/a-new-thermodynamics-theory-of-the-origin-of-life-20140122/
Add comment