Apa tujuan beragama? Dalam pemahaman saya, setidaknya ada tiga level: pragmatis, strategis, dan idealis. Tujuan pragmatis, untuk menghindari siksa neraka dan masuk ke surga, satu harapan agar bisa menikmati kebahagiaan abadi (eternal happiness) di dunia akhirat.
Tujuan strategis, agama menjadi identitas kultural sebagai ikatan sosial dan rasa memiliki komunitas (sense of community). Tujuan idealis, beragama untuk memahami makna kehidupan (sense of meaning) dan rasa keterpukauan pada keagungan alam semesta dan kehidupan dunia (sense of awe and wonder).
Agama dan Tuhan yang saya uraikan dalam artikel ini dibatasi pada konsepsi agama Samawi (agama langitan), atau sering dinamai—dalam kajian perbandingan agama—sebagai agama Abrahamik. Agama yang muncul dari tradisi Bangsa Semit kuno, berbasis pada ajaran dan riwayat Nabi Ibrahim (Abraham atau Avraham). Kajian ke-Tuhanan dari agama non-Abrahamik, akan diuraikan pada tulisan lain.
Dari tiga agama Abrahamik, Yahudi, Kristen, dan Islam, dua yang terakhir dianut oleh hampir separuh umat manusia di dunia. Meskipun bersumber dari riwayat pewahyuan Tuhan yang sama, tiga agama ini memiliki paradigma dan ritual yang berbeda. Mereka memiliki nabi utama dan kitab suci yang berbeda. Memiliki konsep Tuhan (monotheistik) yang sama namun dengan nama dan karakteristik yang berbeda: Yahweh, Yesus, Allah.
Tidak ada penjelasan atau kesepakatan diantara ketiga agama Samawi itu, soal bagaimana dari pewahyuan Tuhan yang sama bisa memunculkan nama dan karakteristik yang berbeda. Tuhan agama Samawi diketahui hanya dari perintah-perintahnya. Pertanyaan menyangkut dzat, atau asal-usul, bukan hanya tidak akan ada jawaban, namun bahkan tidak boleh diajukan. Selain tidak ada yang bisa menjawab, juga bisa dianggap menghujat.
Pertanyaan soal apa, mengapa, atau bagaimana Tuhan yang spiritual menciptakan dunia material, tidak boleh dipertanyakan. Itu adalah misteri yang musti tetap dijaga kemisteriusannya. Dianggap sebagai pertanyaan yang salah, atau mempertanyakan Tuhan yang salah.
Menurut kitab-kitab suci agama Samawi, Tuhan berada di luar ruang, waktu dan materi. Tuhan menciptakan ruang, waktu dan materi sebagai kesatuan (continuum) secara bersamaan. Materi tidak mungkin ada tanpa ruang, karena di mana menempatkannya? Jika ada materi dalam ruang tapi tidak ada waktu, kapan materi itu diciptakan? Jadi ruang, waktu, dan materi tidak bisa dipisahkan, tercipta secara simultan.
Dalam Kitab Kejadian disebutkan, Tuhan menciptakan ruang, waktu, dan materi dalam satu kalimat yang terdiri atas tujuh kata: “Pada mulanya Tuhan menciptakan surga dan dunia.”
Kalimat tujuh kata itu ditafsir secara simbolik dalam tiga kelompok: Pada mulanya (waktu); Tuhan menciptakan surga (ruang) dan dunia (materi). Waktu, ruang, dan materi adalah trinitas. Waktu terdiri atas masa lalu, sekarang, dan masa datang; ruang terdiri dari panjang, lebar, dan tinggi; materi berupa benda padat, zat cair, dan gas.
Trinitas waktu, ruang, dan materi, diciptakan Tuhan seketika. Tuhan sebagai pencipta berada di luar trinitas ciptaannya. Analoginya, pembuat komputer berada di luar komputer. Tuhan berada di luar alam semesta dan kehidupan yang diciptakannya.
Ada sedikit persoalan, dogma agama kerap menyebutkan, “Tuhan selalu hadir di sisimu” atau Tuhan “memberi cobaan atau menguji manusia”. Itu berarti Tuhan kerap hadir di dunia dan berinteraksi dengan manusia, berada dalam ruang dan waktu. Namun bagaimana Tuhan mengatur waktu kapan hadir di dunia, atau absen dari dunia ruang dan waktu, tidak terlalu jelas mekanismenya. Itu misteri yang tidak boleh ditebak atau diselidiki.
Membayangkan Tuhan
Sadar atau tidak, manusia kerap membayangkan Tuhan ketika namanya disebut. Dalam sekelebat imajinasi manusia, gambaran Tuhan muncul saat berdoa atau merenung. Dan, diakui atau tidak, Dzat Tuhan secara esensial adalah versi keillahian dari manusia. Tuhan adalah figur manusia sempurna, dengan kekuatan super-human. Layaknya manusia, Tuhan berkehendak, gemar memberikan perintah dan larangan.
Mengapa Kristen dan Islam adalah agama terbesar, sukses menggaet banyak penganut? Karena dua agama ini bisa memberikan gambaran Tuhan yang sangat dekat dengan manusia, dan mudah dipahami.
Otak manusia bekerja dengan mengidentifikasi dan mengkontruksi pola yang familiar. Membayangkan Tuhan jauh lebih mudah sebagai sosok “ayah yang sempurna”. Tuhan sang pencipta pasti tidak jauh beda dari manusia ciptaannya. Membayangkan Tuhan yang bukan seperti manusia pasti sulit, kalau bukan mustahil. Tuhan yang berada di luar waktu, ruang, non-materi, dan tak terhingga sulit dipahami otak manusia. Misalnya Tuhan sebagai “energi kehidupan” atau “logos”, pasti sulit dibayangkan.
Jadi, ingin tahu Tuhan seperti apa? Bayangkan sosok ayah atau bapa yang sempurna. Yang bisa menghukum sekaligus memaafkan. Penganut Kristen tanpa sadar akan terbayang figur yang terlukis di langit-langit Sistine Chapel, lukisan Michelangelo yang menggambarkan proses penciptaan. Sosok pria berjenggot lebat dengan tangan telunjuk menyentuh telunjuk Adam, manusia pertama. Tuhan dalam narasi agama Kristen bahkan secara fisik turun ke dunia, dalam sosok Yesus Kristus.
Tuhan antropomorfis adalah produk logika cara berpikir manusia. Dalam agama Judeo-Kristen, juga sufisme Islam, terdapat konsep “gambaran Tuhan” (Imago Dei; Elohim) yang menegaskan bahwa manusia diciptakan menurut gambaran dan rupa Tuhan. “Human beings are created In the image and likeness of God.”
Di luar soal “membayangkan” sosok Tuhan, pertanyaan tentang Tuhan sebenarnya tidak perlu ada, jika ada penjelasan theologis yang konsisten dan logis. Misalnya, Tuhan yang transenden, metafisik dan immateri, sosok spiritual-sempurna, mengapa repot-repot menciptakan alam semesta dan kehidupan material yang fana dan tak sempurna. Ciptaannya yang tak sempurna itu apakah sebuah kesengajaan? Kalau sengaja, apa maksudnya? Kalau tidak sengaja, kenapa bisa Tuhan yang sempurna menciptakan sesuatu yang tak sempurna?
Sekadar analogi, manusia yang tidak sempurna menciptakan robot, komputer, gadget, dan segala alat perkakas yang juga tak sempurna, gampang rusak. Manusia menciptakan perkakas untuk membantu memudahkan kerja atau aktivitasnya. Dengan ciptaannya, manusia yang banyak keterbatasan menjadi terbantu. Manusia mencipta sesuatu untuk membantu dirinya.
Tapi bagi Tuhan yang maha-sempurna, untuk apa menciptakan segala semesta yang ada ini. Tuhan yang maha sempurna mestinya tidak butuh bantuan. Namun, dalam narasi agama Samawi, Tuhan ternyata memiliki banyak pembantu untuk melaksanakan tugas tertentu.
Tuhan menciptakan malaikat untuk membantu banyak hal, seperti mencatat amal baik dan buruk manusia; meniup sangkala menjelang kiamat; menanyakan perbuatan manusia di alam kubur; menyampaikan pesan ke manusia agar selalu berbuat baik; atau memastikan manusia menaati 10 perintah Tuhan.
Tuhan juga menciptakan setan, untuk “membantu” menggoda manusia. Agar manusia yang lemah iman terjebak melakukan perbuatan dosa, sehingga ada alasan untuk memasukkannya ke neraka. Mungkinkah Tuhan menciptakan malaikat dan setan untuk membantu-Nya menjalankan skenario, role-play, menguji manusia memilih hal-hal baik atau buruk.
Jika kehidupan manusia di dunia itu sejenis ujian permainan ketaatan, dengan hadiah surga yang berhasil taat, dan masuk neraka bagi yang gagal; bagaimana dengan bayi-bayi yang meninggal masih sangat muda, mereka belum sempat mengikuti “uji permainan ketaatan”. Belum pernah melakukan kebaikan atau tergoda setan.
Eksperimen pemikiran (though experiment) seperti diuraikan di atas, adalah upaya mencari penjelasan mengapa Tuhan menciptakan alam semesta dan manusia. Dapat didekati dengan dua perspektif teori, sebagai alat atau sebagai permainan. (1) Sebagai alat, membantu Tuhan yang non-materi, untuk melihat potensi eksistensial secara material; (2) Sebagai permainan, membantu Tuhan mengisi kesepian dan kekosongan eksistensialnya.
Eksperimen berpikir dan kesimpulan di atas akan mudah dicibir sebagai non-sense. Karena menggunakan logika manusia untuk menjelaskan misteri Tuhan. Namun, bukankah Tuhan agama Samawi sangat antropomorfis, produk logika antroposentrik. Tuhan yang maha-manusia, yang jelas perintah dan tindakannya, hanya tidak jelas sosoknya. Tuhan juga dibahasakan memiliki kerajaan, singgasana., dan selalu mengawasi tingkah laku manusia.
Agama dianggap sebagai jalan untuk memahami Tuhan, namun agama begitu beragam. Pemahaman soal Tuhan berbeda antara agama satu dengan lainnya. Bagaimana Tuhan yang tunggal itu mengatur agama-agama yang berbeda? Apakah Tuhan mempunya agama favorit? Apakah Tuhan Beragama?
Tuhan selalu memiliki pilihan favorit pada berbagai ciptaannya, dari level galaksi hingga level manusia. Daftar favorit Tuhan, urutannya: dari triliun galaksi, favorit-Nya adalah Bima Sakti, tata surya favorit matahari, planet favorit Bumi, mahluk favorit manusia, bangsa favorit Yahudi. Agama favorit? Nah, Ini perkara paling sulit sepertinya. Tuhan pun tak kuasa menjawab.
Lukas Luwarso
Add comment