Bagi sebagian orang, kisah Nabi Nuh menjelaskan peristiwa yang benar-benar terjadi beberapa ribu tahun yang lalu.
Dalam film Noah yang dibintangi oleh Russell Crowe, digambarkan tentang seorang yang dipilih oleh Tuhan untuk mengumpulkan pasangan hewan di Bumi ke dalam kapal besar untuk menyelamatkan mereka dari banjir global. Film ini menjadi film blockbuster yang dipenuhi oleh bintang ternama dan efek khusus yang menakjubkan. Namun, seberapa realistiskah film ini?
Meskipun banyak orang menganggap kisah Kapal Nabi Nuh hanya mitos atau perumpamaan tentang hukuman Tuhan atas kejahatan manusia, namun beberapa orang meyakini bahwa kisah ini secara historis akurat.
Henry Morris, penulis The Biblical Basis for Modern Science (Baker House, 1984), sebuah teks kreasionis, menyatakan bahwa “Kapal itu harus menjadi kotak yang sangat besar yang dirancang terutama untuk kestabilan di atas gelombang banjir daripada untuk berlayar. Kapal itu lebih tinggi dari gedung tiga lantai, dan sekitar satu setengah kali lebih panjang dari lapangan sepak bola. Kapasitas volumetrik totalnya adalah 39.500 meter kubik, setara dengan 522 gerbong kereta api, jauh lebih dari cukup untuk menampung dua ekor dari setiap jenis hewan, baik yang masih hidup maupun yang sudah punah.”
Kelemahan dalam perhitungan Morris menjadi jelas ketika kita mempertimbangkan bahwa, menurut banyak kreasionis, Kapal Nabi Nuh dapat menampung (termasuk) ratusan dinosaurus. Ini berarti, misalnya, termasuk brachiosaurus (dua dari mereka, tentu saja), yang masing-masing memiliki berat sekitar 50 ton dan panjang 26 meter. Bahkan jika dua wakil dari semua hewan di Bumi bisa muat di atas kapal, masih diperlukan ruang yang cukup untuk air minum dan makanan selama satu tahun.
Selain itu, berlawanan dengan banyak gambaran tentang kisah Kapal Nuh, Tuhan sebenarnya meminta Nabi Nuh untuk mengumpulkan bukan satu tetapi tujuh pasang hewan “bersih” dan satu pasang hewan “najis” (Kejadian 7:2-3) — yang bila mereka bereproduksi masing-masing bisa menghasilkan sampai empat belas anak. Singkatnya, tidak akan ada ruang untuk menampung semuanya.
Persoalan juga muncul terkait cara mengumpulkan semua binatang tersebut, seperti dicatat oleh profesor antropologi Ken Feder dalam bukunya The Encyclopedia of Dubious Archaeology (Greenwood, 2010).
“Bagaimana koala dari Australia, ilama dari Amerika Selatan, dan penguin dari Antartika bisa mencapai lokasi kapal di Timur Tengah?” tulis Feder. “Dan bagaimana cara mereka merawat binatang dengan jumlah sebanyak ini? Nabi Nuh, istrerinya, dan tiga puteranya serta para isteri mereka, total mereka hanya delapan orang. Memberi makan dan minum kepada binatang-binatang itu saja sudah menjadi hal yang mustahil. Apa (atau siapa) yang dimakan oleh binatang pemakan daging, yang hidup dalam jarak berdekatan dengan semua herbivora yang lezat itu?”
Karena tujuan Kapal Nabi Nuh hanya untuk mengapung (dan tidak perlu pergi ke mana pun), maka tidak akan ada cara untuk menggerakkannya (seperti layar) atau bahkan mengendalikannya. Menurut Morris, “Dalam hal navigasi, Tuhan sendirilah mengendalikan kapal, menjaga para penumpangnya tetap nyaman di dalam kapal sementara badai dan ombak mengamuk di luar.”
Tentu saja, ini agak membingungkan, karena jika Tuhan menciptakan banjir global dan dengan kuasanya mengendalikan kapal, maka bisa jadi “Dia” melakukan mukjizat lain untuk menjamin keberhasilan misi Nuh. Misalnya dengan mengkerdilkan sementara semua binatang menjadi seukuran tikus atau bahkan membiarkan mereka hidup selama satu tahun tanpa makanan atau air. Ketika mukjizat gaib digunakan untuk menjelaskan satu hal, maka mestinya ia juga bisa digunakan untuk menjelaskan segalanya.
***
Masalah lain dengan cerita Kapal Nabi Nuh muncul karena tidak ada bukti banjir global. Cerita penciptaan dari banyak agama dan budaya yang berbeda mencakup cerita banjir, dan Feder mencatat bahwa jika banjir global pernah terjadi, “Catatan arkeologi 5.000 tahun yang lalu akan penuh dengan reruntuhan seperti Pompeii — sisa-sisa ribuan kota dan desa, yang semuanya dihapuskan oleh air banjir, secara simultan. Mungkinkah sebuah kejadian yang hampir memusnahkan umat manusia (jika benar terjadi,) tidak meninggalkan bekas apapun pada catatan arkeologi di mana pun?”
Tidak adanya bukti fisik tentang banjir global tidak menghentikan keinginan para pengikut modern untuk mencari Kapal Nuh itu sendiri. Namun kapal tersebut sudah jelas tidak ada. Meskipun ada klaim berulang kali, tetapi kapal itu tidak pernah ditemukan.
Empat puluh tahun yang lalu, Violet M. Cummings, penulis Noah’s Ark: Fable or Fact? (Creation-Science Research Center, 1973) mengklaim bahwa Kapal Nabi Nuh telah ditemukan di Gunung Ararat di Turki, persis seperti yang dijelaskan dalam Kejadian 8:4, yang menyatakan, “pada tanggal 17 bulan yang ketujuh, kapal itu bersandar di atas pegunungan Ararat.”
Pada Februari 1993, CBS menayangkan acara khusus selama dua jam berjudul “The Incredible Discovery of Noah’s Ark”. Dalam acara tersebut ditampilkan kesaksian yang menarik dari seorang pria yang mengklaim tidak hanya melihat Kapal Nuh di Ararat secara langsung, tapi juga berhasil mengambil sebuah potongan dari kapal itu. Namun, klaim tersebut kemudian terbukti palsu. Pada Maret 2006, para peneliti menemukan formasi batu di Gunung Ararat yang menyerupai sebuah kapal besar, tetapi klaim tersebut tidak membawa hasil.
Beberapa bulan kemudian, sebuah tim arkeolog dari organisasi Kristen menemukan formasi batu lain yang mungkin adalah Kapal Nabi Nuh — bukan di Gunung Ararat tapi di Pegunungan Elburz di Iran. Namun penemuan sensasional itu juga gagal. Pada 2012, aktris Baywatch Donna D’Errico terluka di Gunung Ararat saat mencari Kapal Nuh. Ia mengatakan bahwa ia terinspirasi untuk mencari Kapal Nuh sejak ia menonton film tentang kapal itu saat masih kecil.
Fakta bahwa Kapal Nabi Nuh telah “ditemukan” berulang kali namun tetap hilang adalah misteri tersendiri.
Add comment