Kita akan mati dan tubuh kita terurai, termasuk otak kita yang menyimpan segala ingatan, pikiran, kenangan, dan pengalaman selama kita hidup. Ini sepertinya adalah takdir yang tidak bisa dilawan. Namun, bagaimana jika kita bisa mengubah takdir itu? Agar kita bisa “hidup abadi”?
Saat ini ribuan ilmuwan sedang meneliti kemungkinan bisa mewujudkan hasrat manusia untuk hidup abadi. Melalui teknologi mengunduh memori otak dan mengunggahnya ke komputer, dengan level kecerdasan buatan setara otak manusia. Seberapa besar kemungkinan ini segera terwujud?
Perlu dipahami dulu, apa maksudnya men-download otak manusia? Tentu teknologi ini bukan seperti yang digambarkan dalam film Matrix, memasukkan kabel ke otak dan disambungkan ke komputer. Prosesnya jauh lebih rumit dari penggambaran film-film fiksi sains.
Otak adalah organ tubuh manusia yang paling kompleks. Ota mengatur dan mengontrol semua aspek dalam hidup manusia. Informasi dalam otak dikodifikasi dalam koneksi sinapsis antar-neuron (syaraf otak). Semua memori pengalaman dan pengetahuan diproses dan disimpan dalam ratusan triliun koneksi neuron dalam otak manusia.
Untuk mendownload memori dari triliunan koneksi syaraf otak itu diperlukan teknologi yang mampu memindai dan memetakan koneksi itu secara akurat. Hasil pemindaian dan pemetaan triliunan koneksi itu kemudian direkonstruksi secara digital dan diproses dalam komputer agar bisa meniru kerja otak seperti ketika manusia masih hidup.
Otak tiruan (komputer) itu harus mampu bekerja sebagaimana otak biologis yang mampu memproses memori, berpikir, dan memiliki kesadaran, sehingga hidup kembali berlanjut meskipun tanpa jasad (tubuh), atau menggunakan robot.
Tentu, teknologi AI saat ini belum bisa merealisasikan spekulasi sains ini, namun riset dan uji coba untuk mengunduh informasi yang tersimpan dalam otak sedang terus dilakukan. Dan tujuan utama riset ini bukan semata-mata karena keinginan untuk hidup abadi, melainkan untuk keperluan medis, mengungkap teka-teki cara kerja otak.
Dengan terungkapnya cara kerja otak, diharapkan bisa ditemukan pengobatan dan terapi berbagai penyakitan yang terkait dengan fungsi otak, seperti Parkinson, Alzheimer, atau berbagai penyakit kejiwaan.
Sejak 2014 neurosaintis meneliti kinerja otak cacing hingga tikus, mensimulasikannya dengan gerakan robot lego, sehingga robot bisa bergerak sendiri tanpa diarahkan manusia. Otak tikus bisa dipindai dan dipetakan rangkaian sinapsis, sebanyak seratus ribu rangkaian. Proses ini menghasilkan pemindaian sebanyak jutaan gambar untuk dipahami.
Bayangkan, untuk memindai dan memahami otak manusia, yang sinapsis neuronnya mencapai triliunan, diperlukan riset yang luar biasa besar dan rumit. Teknologi komputer saat ini belum mampu menjalankan tugas raksasa ini. Pertanyaan terbesar, seandainya teknologi komputer di masa depan mampu memindai, memetakan, dan meniru kinerja sinapsis otak manusia, apakah itu termasuk meniru kesadaran?
Neurosaintis cukup optimis hal itu bisa dilakukan. Dengan hipotesis, ingatan dan pikiran kita pada dasarnya adalah data, secara teoritis kita bisa mengkooi data itu dan meniru cara kerjanya (mensimulasi) melalui program komputer. Namun ada problem lain, sejauh mana data produk pikiran pengelaman seseorang yang telah dikopi itu, sepenuhnya akan mencerminkan cara berpikir orang yang sama?
Ketika pikiran dan ingatan manusia dipindai, dipetakan, diunduh, dan kemudian diunggah ke robot, apakah ada jaminan bahwa otak buatan tersebut manusia yang sama (cara berpikirnya)? Analoginya, seperti orang yang mengalami koma cukup lama, saat kembali menjadi sadar ia harus mengingat banyak hal sebelum mampu kembali berpikir normal, atau sadar siapa dirinya.
Terlepas dari spekulasi saintifik, teknologi pemindaian dan pengunduhan otak akan memungkinkan manusia bisa hidup abadi (meskioun jasadnya telah mati dan terurai), manfaat utama riset ini adalah untuk kepentingan medis. Upaya menyembuhkan berbagai penyakit manusia yang terkait dengan kinerja otak.
Bisa hidup abadi melalui teknologi mengupload pikiran, jika terealisasi, adalah “bonus” bagi manusia di masa depan. Kegunaan praktis untuk saat ini adalah untuk penyembuhan berbagai penyakit degeneratif.
Sejauh mana otak digital akan mampu berkinerja seperti otak organik, dan bisa membuat manusia hidup abadi, mungkin saat ini masih menjadi angan-angan. Namun sejarah membuktikan, berbagai angan-angan yang sepertinya mustahil, pada masanya, bisa terwujud melalui ketekunan penelitian serta penemuan sains dan teknologi.
Disarikan dari “How Close Are We To Downloading The Human Brain” (Seeker) dan berbagai sumber informasi.
Lukas Luwarso
Add comment