ForSains

Kehendak Bebas dalam Perspektif Fisika dan Neurosains

Menurut interpretasi fisika klasik Newtonian, hukum-hukum fisika menunjukkan bahwa masa depan bersifat predeterministik. Ini berarti, jika kita mengetahui semua faktor dan kondisi yang mempengaruhi suatu sistem pada saat tertentu, kita dapat memprediksi  sistem tersebut di masa depan.

Namun, dalam fisika modern, mekanika kuantum, ada elemen ketidakpastian atau probabilitas, terkait prediksi masa depan. Prinsip ketidakpastian Heisenberg menyatakan, kita tidak mungkin bisa mengetahui posisi dan momentum partikel secara bersamaan, kita hanya bisa mengetahui salah satu. Ini berarti kita tidak dapat secara simultan mengetahui dengan tepat dua variabel itu.

Selain itu, dalam fisika kuantum terdapat konsep superposisi dan perluasan fungsi gelombang, yang menyiratkan  partikel berada dalam keadaan tidak pasti, ada berbagai kemungkinan, sebelum pengamatan. Hanya setelah dilakukan pengukuran atau pengamatan, fungsi gelombang tersebut akan “runtuh” ke keadaan pasti.

Jadi, dalam konteks fisika modern, meskipun hukum fisika memberikan basis kuat untuk memprediksi dan memahami perilaku alam, terdapat aspek ketidakpastian yang perlu diperhitungkan dalam memahami masa depan secara predeterministik.

Terkait dengan determinisme alam semesta, menjadi menarik jika dikaitkan dengan pertanyaan, apakah kehendak bebas (free will) itu ada? Topik ini telah diperdebatkan dalam filsafat dan sains. Dalam konteks hukum fisika, kecenderungan konsensus menunjukkan, kehendak bebas sepertinya tidak ada.

Dalam fisika klasik, yang menegaskan sifat dunia predeterministik, Issac Newton pernah berargumen, semua fenomena alam, termasuk perilaku manusia, dapat dijelaskan dan diprediksi berdasarkan hukum-hukum fisika. Dalam pandangan ini, semua tindakan dan keputusan manusia dianggap merupakan hasil interaksi fisika yang kompleks, antara partikel dan gaya-gaya yang mengatur atau mempengaruhinya.

Meskipun fisika kuantum mendalilkan ada aspek ketidakpastian dan probabilitas (prinsip ketidakpastian Heisenberg),  argumen yang diterima adalah, fenomena kuantum di level mikroskopis-lah yang menentukan kehendak bebas manusia. Artinya, kehendak bebas manusia, kalaupun ada, sepenuhnya terikat pada dinamika dunia partikel subatomik.

Perspektif Neurosains
Dalam perspektif neurosains, sejumlah studi menunjukkan, persepsi kita tentang kehendak bebas dapat dijelaskan secara neurobiologis dan tidak sepenuhnya independen dari proses kinerja otak.

Beberapa penelitian neurosains menyorot keterkaitan antara aktivitas otak dan pengambilan keputusan. Studi menggunakan teknik neuroimaging seperti fMRI (functional magnetic resonance imaging) menunjukkan adanya korelasi antara aktivitas otak bahkan sebelum seseorang membuat keputusan dan sadar pada keputusan itu. Dalam beberapa eksperimen, sinyal-sinyal menunjukkan keputusan yang akan diambil dapat terdeteksi dalam aktivitas otak sebelum individu tersebut sadar untuk memilih keputusan itu.

Proses neurobiologis (pra-sadar) sangat berperan dalam pengambilan keputusan, dan kesadaran tentang keputusan itu terjadi setelah proses otak yang bernuansa mekanik. Apakah itu berarti kehendak bebas, artinya pilihan manusia yang berbasis kesadaran, sebenarnya tidak ada?

Perspektif neurosains tentang kehendak bebas jelas tidak terlepas dari proses kinerja otak, dan kinerja otak tidak sepenuhnya berada dalam kontrol kesadaran manusia (fenomena mimpi atau somnabulisme, misalnya). Namun belum ada konsensus final tentang ada atau tidak kehendak bebas. Penelitian terus dilakukan untuk memahami lebih lanjut relasi antara neurobiologi dan kehendak bebas.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa proses neurobiologis, seperti aktivasi neuron dan jaringan saraf yang terlibat dalam pengambilan keputusan, mempengaruhi keputusan seseorang sebelum menyadari pilihannya. Ini menunjukkan persepsi kita tentang kehendak bebas juga merupakan hasil proses kinerja otak ini

Boleh jadi, manusia memiliki “kehendak bebas” yang terbatas. Ada kehendak , dalam arti kita memiliki kemampuan untuk memilih dan bertanggung jawab atas tindakan kita. Artinya kehendak tidak sepenuhnya di dorong oleh dinamika hukum fisika atau semata-mata kinerja pra-sadar otak. Tapai apakah itu bisa disebut kehendak bebas?

Kita jelas mampu membuat pilihan sadar dan bertindak secara bebas, kita bisa memilih makan apa malam ini, soto, sate, gule, nasi goreng, itu pilihan bebas kita. Pertanyaannya, ketika kita memilih makan nasi goreng, apakah itu menunjukkan Pilihan sadar kita? Menurut neurosains, otak lazimnya sudah memberikan pilihan sebelum kita menyadari pilihan itu.

Tugas utama otak adalah mengatur sistem dan mekanisme tubuh untuk memastikan agar tetap hidup dan sehat. Namun, ada persoalan, otak berada di dalam tengkorak, tanpa akses langsung terhadap apa yang terjadi di dalam tubuh atau di dunia luar.

Otak menerima dan memproses informasi tentang kondisi tubuh dan dunia luar – ‘data indera’ – dari indera tubuh (retina mata, gendang telinga, indera perasa, dan sebagainya). Data indera ini merupakan hasil dari peristiwa di dunia luar dan di dalam tubuh. Namun, otak tidak memiliki akses atas peristiwa atau penyebabnya. Ia hanya menerima hasilnya. Suara berisik, misalnya, bisa jadi berasal dari petir yang menyambar, tembakan, atau konser musik, dan mengarahkan otak untuk memerintahkan tubuh untuk merespon secara berbeda.

Bagaimana otak mencari tahu penyebab dari data indera agar dapat menyiapkan respon terbaik, tanpa akses langsung ke penyebab? Otak harus menebak. Otak belajar dari pengalaman masa lalu untuk menebak situasi saat ini. Menebak apa yang mungkin terjadi berikutnya, sehingga dapat mempersiapkan respon reflek tubuh.

Kerja otak menebak dan memprediksi adalah dengan memberikan sinyal neuron dan memerintahkan senyawa atau hormon tubuh untuk bereaksi, sepersekian detik sebelum reaksi itu terjadi. Proses tebak-prediksi ini terjadi sepenuhnya di luar kontrol kesadaran. Ini terjadi sepanjang hidup, dan ilmuwan yakin, inilah pendorong utama dari segala tindakan manusia.

Jadi, sebagian besar tindakan manusia dipandu oleh tebak-prediksi otak secara otomatis dari ingatan dan pengalaman masa lalu. Deskripsi bagaimana otak bekerja, mengindikasikan, kehendak bebas sepertinya tidak ada.

Otak melakukan prediksi dengan merangkai ulang pengalaman masa lalu yang mirip dengan momen saat ini. Artinya, setiap pengalaman baru, pengetahuan baru, orang baru yang kita kenal dan hal baru yang kita pelajari, adalah kesempatan untuk mengubah apa yang diprediksi oleh otak kita di masa depan. Artinya bisa mengubah tindakan apa yang akan diambil.

Dengan kata lain, otak kita dapat mengarahkan prediksi masa depan kita ke berbagai arah, dengan pengalaman dan pengetahuan baru. Otak kita memakai referensi masa lalu untuk mengendalikan respon di masa depan. Boleh jadi inilak kehendak bebas, Sebuah konsep yang sedang berproses, mungkin saat ini belum ada, tapi sedang diadakan.

Sumber: https://www.sciencefocus.com/the-human-body/free-will/; dan berbagai sumber lain.

Lukas Luwarso

Add comment

Ukuran Huruf